Kamis, 07 Februari 2008

KONSEKUENSI-KONSEKUENSI TERHADAP ORANG MURTAD

Konsekuensi-Konsekuensi Terhadap Orang Murtad

1.Gugur perwaliannya.
Orang murtad gugur perwaliannya atau penguasaannya atas kaum muslimin. Orang murtad tidak memiliki wilayah, tidak boleh diberikan kesempatan untuk menguasai orang muslim. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :
“Dan Allah tidak akan menjadikan bagi orang kafir jalan untuk menguasai kaum muslimin” (QS. An Nisa [4] : 141)
Ayat ini sifatnya penafian yang bermakna larangn bagi orang muslim untuk memberikan peluang atau kesempatan bagi orang kafir atau orang murtad untuk menguasai diri mereka.
Umpamnya… dikarenakan di sini tidak dibolehkan memberikan kesempatan atau peluang bagi orang kafir atau orang murtad untuk menguasai orang muslim, maka dari itu orang kafir tidak boleh menjadi pemimpin bagi kaum muslimin. Bila dia awalnya adalah orang kafir atau orang murtad, maka dia tidak boleh diberikan kesempatan atau diangkat untuk menjadi pemimpin atau imam atau amir atau ro-is bagi kaum muslimin. Sebagaimana bila dia adalah asalnya orang muslim dan dia seorang pemimpin bagi kaum muslim, kemudian ditengah perjalannya dia murtad dari Islam, maka wajib atas kaum muslimin untuk melengserkannya. Karena dengnan sebab kekafirannya atau kemurtadannya maka kepemimpinannya itu lepas dengan sendirinya. Jika dia tidak mau menanggalkan kepemimpinannya atau tidak mau turun, maka wajib atas kaum muslimin untuk melengserkannya, karena yang namanya imam atau amir atau ro-is itu diangkat untuk ditaati sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
“Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah, taatilah Rasul dan ulil amriy (pemimpin) di antara kalian…” (QS. An Nisa [4] : 59)
Disini Allah memerintahkan kepada kaum muslimin untuk mentaati pemimpinnya. Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda : “Allah Subhanahu Wa Ta'ala memerintahkan saya dengan lima hal dan saya memerintahkan kalian dengan laimah ini, yang pertama Jama’ah, mendengar dan taat kepada pemimpin…”. Jadi keberadaan pemimpin adalah untuk ditaati. Sedangkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah mengancam kepada orang-orang yang mentaati orang kafir sebagaimana dalam dalam firman-Nya :
“Hai orang-orang yang beriman, jika kalian mentaati orang-orang kafir, tentu mereka mengembalikan kalian kebelakang…” (QS. Ali Imran [3] : 149)
Disini Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengancam atau mengahti-hatikan orang muslim dari mentaati orang kafir, bahwa jika kalian mentaati orang kafir maka orang kafir ini akan mengembalikan kepada kekafiran… kedalam kemurtadan. Ini bertolak belakang dengan sifat imam, oleh karena itu dikarenakan amir diangkat untuk ditaati sedangkan Allah melarang untuk mentaati orang kafir, berarti kepemimpinan orang orang murtad atau orang kafir itu tidak dibolehkan diangkat menjadi pemimpin ketika dia sudah murtad dari Islam.
Oleh karena itu orang muslim tidak boleh ikut mengangkat orang kafir untuk menjadi pemimpin, seperti PILKADA atau PILPRES, karena mengangkat orang yang akan menerapkan dan memberlakukan hukum thaghut terhadap kaum muslimin.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga menghati-hatikannya sebagaimana dalam firman-Nya :
“Jangan kalian mentaati orang-orang kafir dan jihadilah mereka itu dengan Al Qur’an dengan jhad yang besar” (QS. Al Furqan [25] : 52)
Allah mengatakan jangan kalian mentaati orang-orang kafir, disini Allah melarang dari mentaati orang-orang kafir yang mana kita tahu bahwa kepemimpinan itu diangkat untuk ditaati. Allah melarang untuk mentaati orang-orang kafir, maka tidak boleh diangkat menjadi pemimpin.
Jika dia sudah menjabat sebagai pemimpin bagi kaum muslimin kemudian dia murtad, maka kepemimpinannya lepas dengan sendirinya. Bila dia tidak mau turun, maka wajib diturunkan oleh kaum muslimin, maka wajib atas kaum muslimin untuk memerangi kelompok yang melindungi dia ini.
Ini adalah kensekuensi pertama terhadap orang yang murtad yang mana dia gugur dari segi imamah (kepemimpinan umum)nya, gugur sebagai amir atau imam atau presiden atau hal-hal yang seperti itu… Selengkapnya